Manfaat Internetnya Indonesia Mendukung Aktivitas Tanpa Batas

Penampilannya sederhana, tak pernah direkayasa. Apa adanya, itulah kepribadian yang kukenal sejak lama. Tepatnya sejak kami duduk di bangku madrasah tsanawiyah. Mungkin sebab sama-sama orang desa, kami langsung klop begitu mudah. Latar sosial itu diperkuat oleh hobi atau preferensi kami yakni menggeluti qiraah. Bahkan boleh dibilang aktivitas inilah yang menyatukan kami dari SMP hingga SMA. Kami sering bertemu di satu arena musabaqah walau sayalah yang kerap kalah.

“Kamu mungkin bagus dari kualitas suara, tapi kamu belum punya mental juara.”

Begitu ujar seorang teman suatu malam kepada saya saat kami berlatih di musala sekolah menjelang sebuah lomba. Saya tak terlalu paham apa maksud ucapannya, tapi saya mengakui kemenangan Ihya memang jelas lantaran suara dan kemampuannya yang unggul.

Di balik mental juara

Ihya Ulumuddin namanya, sahabat yang saya maksud, yang kelak selepas kuliah bersinggungan lagi hidupnya dengan saya. Lebih-lebih ketika saya memutuskan pindah ke Lamongan agar dekat dengan ibu. Perjumpaan pertama kami berlangsung singkat di Monumen Kapal Selam, tempat wisata bersejarah di Surabaya, Juni 2019 silam.

Ihya (berkaus hitam) saat mengantarkan kami berkunjung ke Monkasel, Surabaya medio 2019

Kali ini saya melihat Ihya sebagai pribadi yang berbeda. Bukan lagi remaja dekil dan ndeso seperti saat lulus SMA, melainkan seorang ayah tiga anak yang kini sibuk menjadi seorang jurnalis. Setamat SMA saya hanya tahu ia bertolak ke Malang untuk mengenyam sastra Indonesia di salah satu kampus negeri di sana sedangkan saya sendiri berangkat ke Semarang untuk menekuni sastra Inggris.

Ya, kami berdua memang menyukai sastra dan kerap menjadi pembaca puisi dalam berbagai event atau lomba selama SMA. Lagi-lagi, soal deklamasi pun Ihya selalu mumpuni dan berkali-kali jadi jawara bahkan saat masih kuliah. Sebagai seorang deklamator, ia punya napas teratur yang panjang, suara yang powerful, penguasaan emosi yang matang, dan artikulasi yang jelas. Tak heran jika piala sering ia sabet dari berbagai perlombaan termasuk kancah nasional.

Yang mengejutkan, pada pertemuan pertama di Surabaya tersebut, Ihya rupanya bukan sekadar jurnalis biasa. Kini ia didapuk sebagai redaktur regional Jatim untuk sebuah news portal jaringan nasional yang juga memiliki stasiun televisi dan surat kabar cetak. Sungguh prestasi yang membanggakan.

Namun dia tetap seperti dulu: pribadi yang hangat dengan pembawaan yang santai sehingga perjumpaan kami setelah terpisah belasan tahun pun berjalan sangat cair dan luwes. Dari caranya bercakap dan cerita, saya kembali teringat tentang “mental juara” yang disinggung seorang teman sewaktu SMA dulu.

Menurut Gisella Tani Pratiwi, M.Psi., makna “mental juara” bisa tecermin dalam sejumlah poin positif yang dapat mengantarkan seseorang meraih kesuksesan dalam hal apa pun. Insight ini sangat berguna sebagai pendukung agar personalitas menjadi lebih kuat demi mendapatkan produktivitas. Apa saja hal itu yang ternyata saya temukan dalam diri Ihya?

Jadilah jawara sejati dengan value ini. (Gambar: freepik.com)

1 | Menjadi diri sendiri

Ihya punya keyakinan dan keberanian menjadi diri sendiri, tanpa merasa malu menjadi pribadi yang unik. Tak harus meniru atau mempresentasikan diri seperti orang lain kalau hanya kamuflase belaka. Dalam hal ini, ia menjalani hidupnya sesuai passion yang dimiliki. Ia tak pernah merasa rendah diri sebab menimba ilmu sastra Indonesia. Ia justru bangga sebagai bentuk kecintaannya pada bahasa Indonesia.

Dari passion atau renjana inilah, ia kemudian bisa berkiprah di bangku kuliah sebagai deklamator puisi dan aktif berorganisasi hingga menjadi ketua BEM fakultas dan sukses menjadi wartawan di kemudian hari. Pemahaman yang baik mengenai potensi dirinya telah membantu ia menjadi sosok saat ini.

2 | Pengaruh eksternal

Kesadaran akan adanya pengaruh eksternal membuat Ihya tak gegabah menghakimi situasi. Sebaliknya, ia semakin giat untuk memanfaatkan setiap peluang dengan kejujuran atas apa yang menjadi kekurangannya untuk bisa diperbaiki lalu dikembangkan. Sikap jujur atas kekurangan diri ini membuatnya bisa menambah jaringan atau koneksi.

3 | Daya juang

Seorang jawara sejati mesti mau menaklukkan setiap tantangan dengan daya juang yang tinggi. Daya juang telah saya lihat ada dalam diri Ihya sejak masa sekolah menengah dulu. Kendati berasal dari keluarga tak mampu, ia tak kenal lelah belajar walau bukan jadi bintang kelas.

Ia paham ia mumpuni dalam musabaqah qiraah dan kemudian berpuisi, maka ia menggeluti keduanya sebagai celah atau peluang yang memberinya akselerasi. Sejak SMA, ia telah piawai menyampaikan pendapat dalam diskusi yang menunjukkan kemampuan bernalar kritis atau reasoning. Saat kelas 2 SMA, ia bahkan menjadi salah satu aktor demo besar-besaran yang memprotes transparansi kebijakan keuangan di sekolah kami.

4 | Bertanya dan penasaran

Mental juara juga mencakup dorongan untuk mengajukan pertanyaan, selalu mengedepankan skeptisisme saat menanggapi suatu berita atau informasi apalagi di era medsos saat ini. Sikap tidak gampang percaya ini di kemudian hari sangat ia jiwai sebab menjadi salah satu prinsip seorang jurnalis dalam merespons berbagai kejadian.

Skeptisme, bukan apatisme, harus menjadi kerangka berpikir yang hidup dalam diri seorang jawara sejati, lebih-lebih di tengah suasana negeri yang bisa rusak akibat hoaks dan isu-isu intoleransi.

5 | Peduli pada sesama

Kepeduliannya pada sesama saya rasakan sendiri dalam bentuk solidaritas terhadap teman sepermainan. Saat itu, kelas 3 SMA, kami sering menginap di sekolah entah karena kegiatan OSIS ataupun pengelolaan majalah dinding yang membuat kami semakin akrab.

Dari interaksi ini saya semakin paham bahwa ia termasuk teman yang solider dan punya pengertian terhadap nasib teman lain. Berbagi menjadi nilai yang kami junjung tinggi sebab hidup sebagai siswa berekonomi pas-pasan tentunya butuh saling menopang.

Dalam konteks masa kini, ketika era IoT (Internet of Things) telah menjadi tren, kepedulian ini bisa diwujudkan dalam bentuk kolaborasi sebagai salah satu skill yang harus dikuasai pada abad ke-21. Setelah saya renungkan, kerangka 4C (communication, creativity, critical thinking, dan collaboration) memang telah dimiliki oleh Ihya sahabat saya.

Saya mengenalnya dulu sebagai siswa biasa tanpa prestasi menonjol di ranah akademik. Kini ia menyeruak sebagai jurnalis sukses, saya yakin itu berkat kemauan dan kesanggupannya dalam memahami kondisi diri secara jujur dan terus mengupayakan perbaikan lewat belajar dengan daya juang yang tinggi.

IndiHome untuk aktivitas tanpa batas

Sejak menjabat redaktur regional Jatim, Ihya tak perlu mengantor seperti wartawan biasa. Selama empat tahun pada posisi ini, ia cukup menerima berita dari kontributor lalu menyunting dan mengunggahnya ke portal setiap hari. Intinya, ia bisa bersantai di rumah dan lebih banyak menemani tiga buah hatinya sewaktu sang istri bekerja di luar rumah.

“Kecuali jika ada berita penting banget, barulah aku terjun untuk liputan,” ujarnya suatu kali ketika seorang menteri datang ke Surabaya yang menuntutnya datang untuk berburu berita. Namun secara umum, ia lebih banyak tinggal di rumah sebab berita ia terima dan unggah dengan bantuan Internet. Asalkan tenggat terpenuhi, maka tak jadi soal turun atau tidak ke lapangan. Sungguh privilege yang patut disyukuri.

Teknologi fiber optic persembahan IndiHome jadi andalan keluarga Indonesia. (Foto: indihome.co.id)

Lalu jaringan apa yang ia pakai sebagai langganan untuk mendukung aktivitas tanpa batas? Boleh dibilang aktivitasnya memang cukup banyak. Selain menyunting berita kiriman reporter, ia kerap juga mendapat tugas sebagai juri lomba blog yang diadakan oleh Pemkot Surabaya atau dinas tertentu. Ia dan keluarga juga rajin healing dengan camping di alam terbuka. Selain itu, ia kini membantu temannya di Malang untuk mengembangkan pesantren berbasis kewirausahaan.

Belum lagi ia tak jarang diminta menulis buku bersama teman wartawan lainnya yang tentu saja membutuhkan konsentrasi. Nah, seabrek aktivitas tanpa batas itu jelas menyita pikiran dan membutuhkan manajemen waktu yang baik agar semua berjalan lancar. Nah, jaringan internet yang mumpuni dan andal seperti IndiHome akhirnya ia pilih sebagai penyelamat produktivitas.

1. Mengunduh video dan edit berita

Sebagai redaktur regional Jawa Timur, Ihya sangat mengandalkan IndiHome karena koneksinya yang kencang sangat tepat mendukung kebutuhannya menuntaskan puluhan berita setiap hari. Berita-berita yang masuk ke keranjang emailnya bukan hanya berupa tulisan tapi banyak juga berupa video peristiwa.

Video-video itu harus diunduh terlebih dahulu lalu diolah menjadi berita yang solid. Kecepatan mengunduh atau memutar video bukan hal yang layak dipertaruhkan. Sebab itulah ia memilih jaringan internet andal persembahan Telkom Indonesia. Jangan sampai kantor pusat Jakarta meragukan kinerjanya hanya karena buruknya koneksi internet yang berujung pada tidak rampungnya berita sesuai tenggat.

Demi memperoleh akurasi berita, termasuk detail narasumber yang bersangkutan dalam video, tak jarang ia perlu memutar tayangan berulang-ulang untuk memahami konteks yang utuh atau memvalidasi fakta agar tidak misleading. Ketika tak banyak waktu tersedia, maka video tak perlu diunduh tetapi cukup diputar seketika. Selain praktis, hal ini juga mengirit daya tampung memori dalam laptopnya. Internet cepat adalah solusinya!

2. Sumber belajar anak

Manfaat Internet juga sangat dirasakan oleh ketiga buah hati Ihya. Si sulung baru saja lulus SD dan kini masuk pesantren. Anak kedua naik kelas 4 SD dan anak terakhir baru akan menginjak kelas 1 SD. Mereka bertiga, terutama selama pandemi, sangat bergantung pada internet baik untuk merampungkan tugas-tugas sekolah maupun mencari bahan untuk berkreasi.

Si sulung sangat menggandrungi pramuka dan kegiatan lingkungan yang kerap ia unggah di akun Instagram agar menjangkau lebih banyak orang. Berkat jaringan IndiHome di rumah, si sulung mampu mengekspresikan diri dalam bentuk unggahan video menggunakan keterampilan public speaking yang semakin baik.

Kedua adiknya pun terbantu dengan adanya koneksi cepat internet untuk belajar banyak hal baru yang tak mungkin mereka dapatkan selama pandemi mendera dalam dua tahun terakhir. Mereka gembira bukan hanya karena dapat menyingkap temuan-temuan sains yang unik, tetapi juga belajar hal baru seperti menggambar yang sumber-sumbernya banyak tersedia secara digital.

3. Nonton film bersama

Ihya juga menuturkan bahwa berlangganan IndiHome berdampak positif bagi kuatnya bonding yang terbangun antara anak dan orangtua. Dengan bekerja di rumah, ia otomatis punya banyak waktu membersamai anak-anaknya, entah saat bermain atau belajar bersama.

Namun yang sangat mereka syukuri adalah keleluasaan untuk menonton ratusan film bersama ketika waktu memungkinkan. Lokasi rumah mereka sebenarnya tak jauh dari sebuah bioskop di Surabaya, tapi pandemi mengubah segalanya. Kebiasaan menonton di rumah muncul akibat wabah dan mereka diuntungkan dengan berlangganan IndiHome sebab film-film bagus—terutama besutan Disney favorit mereka—bisa ditonton tanpa harus meninggalkan rumah.

Bukan cuma praktis karena bisa nonton kapan saja, punya akses IndiHome di rumah juga menghemat waktu dan pengeluaran keluarga. Tak perlu repot ke luar rumah dan merogoh kantong untuk membeli tiket bioskop. Di rumah mereka bisa bebas mengudap camilan apa saja tanpa khawatir ditegur petugas keamanan bioskop, misalnya. Intinya, mereka bisa nonton dengan tenang dan nyaman di rumah.

Hemat uang berkat IndiHome bisa untuk tambah bacaan. Solutif! (Foto: dok. pribadi)

Uang yang dihemat bisa mereka belanjakan untuk membeli buku-buku dalam pameran yang belum ini mereka kunjungi, tak jauh dari rumah. Menggunakan IndiHome sungguh solutif; di satu sisi semua kebutuhan terpenuhi, dan di sisi lain produktivitas ekonomi dapat diraih.

4. Webinar

IndiHome boleh dibilang menjadi jaringan Internetnya Indonesia sebab mampu menjawab berbagai kebutuhan keluarga masa kini. Koneksi andal sangat menguntungkan bagi Ihya yang sewaktu-waktu perlu mengadakan Zoom meeting bersama tim yang relevan. Akan lucu jika ia menggunakan jaringan lelet yang berpotensi menghambat komunikasi dengan tim atau atasan padahal akurasi berita atau kronologi peristiwa sangat vital sebelum ditayangkan.

Adapun istrinya yang sehari-hari bekerja kantoran, ia juga menikmati manfaat internet cepat IndiHome untuk berjejaring dengan teman baru melalui webinar bertema energi penyembuhan ala Jepang atau berinteraksi dengan adiknya yang kini tinggal di Skotlandia.

IndiHome adalah jawaban

Semua itu butuh koneksi internet yang bisa diandalkan agar berbagai kegiatan berlangsung sesuai harapan. Ihya tak pernah menyesal memilih berlangganan IndiHome karena jelas produk Telkom Indonesia ini telah memberinya kebebasan untuk menjalani banyak aktivitas tanpa batas. Dengan paket berlangganan Rp270.000 per bulan, kenyamanan hidup dan akselerasi ekonomi ia dapatkan.

Dia mengaku pernah menemukan kendala pada saat internet Telkom masih dioperasikan melalui kabel. Namun sejak mengadopsi teknologi fiber optic, IndiHome adalah jawaban atas semua pertanyaan dan keraguan. Maka betul bahwa inilah internetnya Indonesia yang hadir untuk menciptakan kemudahan, melengkapi kebahagiaan, dan membuka peluang jutaan keluarga untuk dapat belajar, maju, dan berkembang.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s