Warganet di Indonesia tengah heboh pekan ini akibat beredarnya kabar perselingkuhan yang disinyalir terjadi pada sebuah grup gambus modern. Saya sendiri kaget mendenga berita yang entah mengapa tak kunjung reda. Seperti kasus Gisel sebelumnya, publik seolah mendapat panggung dan sangat menikmati huru-hara showbis di Tanah Air yang menurut saya sering kebablasan. Alih-alih menjadikannya sebagai bahan refleksi, kasus demi kasus malah mendrong mereka untuk menghakimi, untuk mengumbar aib saudaranya sendiri.
Saya jadi teringat pada seorang ulama masyhur bernama Muhammad bin Wasi’ rahimahullah yang pernah mengatakan sebagai berikut.
“Jika seandainya dosa–dosa itu mengeluarkan bau, maka tidak seorang pun yang akan duduk denganku.”

Harusnya inilah yang lebih kita kedepankan. Berusaha menutup cela orang lain dan bukan malah menyebarkannya sebagai konsumsi publik. Bagaimana kalau sampai terdengar oleh anak-anak? Tentu menjadi repot bagi kita untuk menjelaskannya. Seorang yang bijak dan pintar adalah dia yang mampu menutupi aib orang agar aib kita ditutup oleh Allah.
Lebih baik fokus pada perbaikan diri ketimbang menyoroti kehidupan orang lain yang sepertinya selalu penuh kesalahan dan aib. Apalah guna mengumbar aib orang selain kipasan setan agar kita puas pada hal instan dana pada saat yang sama merasa sangat suci? Kita ibarat remah rengginang yang mungkin gurih tapi tercecer dan mungkin terbuang tak dimakan. Untuk apa diri disombongkan?